31 Desember 2015, sore itu bertolak dari dermaga milik pengelola kawasan berikat di sekupang, Batam, saya dan keluarga diajak untuk ikut naik ke kapal patroli seri terbaru milik PSO Batam. saya pikir ajakan teman seangkatan saya ini begitu istimewa karena hanya kami sekeluarga diberikan kesempatan mencicipi kapal bontot milik mereka. ternyata tidak. bersama kami ikut juga keluarga dari beberapa pegawai yang bisa ikut dari PSO Batam.
saya tidak begitu hafal mereka dengan posisi-posisi suami mereka di kapal atau di struktur PSO Batam. yang jelas, di kapal yang saya on board bersama keluarga disitu, ramai istri dan anak-anak yang bahkan ada yang berusia masih di sekitar satu tahun lebih. riuh rendah mereka turun naik dari dek bawah sampai anjungan kemudi. sayang cuaca kurang mendukung karena gerimis dan kesempatan untuk berdiri di tepi badan kapal di dek paling atas jadi terhalang. keriuhan anak-anak pegawai anak buah kapal patroli ini hingga kapal mulai bergerak dari tempat mereka sandar menuju belakang pulau mariam atau meriam, sambu menuju batas perairan internasional.
saya kebetulan duduk di anjungan kemudi dan keluarlah pertanyaan polos seorang anak juru mudi : ” ayah, ini kapal ayah kan?”. ayahnya segan menjawab, hingga memaksa sang anak bertanya lagi, ” bener kan ayah, ini kapal ayah?”. saya tersenyum mendengarnya dan menganggap bahwa ini adalah bukti sebagai rasa ikut memiliki dan bangga terhadap properti milik direktorat ini. tentu saja buat sang anak adalah kebanggaan karena ayahnyalah yang membawa dan memegang kemudi kapal.
keriuhan itu perlahan berkurang saat kapal memutar arah kembali ke pangkalan, dan alunan gelombang akibat angin utara membuat kapal bergoyang ke segala arah. perlahan, satu persatu anak -anak kecil itu ada yang mulai mabuk laut, disusul kemudian istri-istri anak buah kapal, termasuk istri saya. mereka bergantian keluar masuk kamar mandi atau menghadapkan mulut ke tong sampah yang ada untuk mengeluarkan muntahnya. beberapa masih kuat dan tahan hingga tidak mengalami mabuk laut. untungnya perjalanan kembali tidak dilakukan dalam waktu yang lama, dan kapal memutar kembali ke pangkalan dengan kecepatan lebih tinggi ke arah dermaga tempat sandar yang masih berstatus numpang.
saya masih belum ngeh dengan maksud teman saya mengadakan “touring” semacam ini dengan membawa keluarga. saya tahu persis kalau rute yang akan dilalui meskipun melalui jalur teraman pun akan terkena dampak gelombang angin utara yang beberapa hari ini sedang kencang-kencangnya.
ternyata rasa penasaran saya terjawab saat ada beberapa istri anak buah kapal yang nyeletuk dan terdengar : ” jadi begini susahnya suami kita bekerja mencari nafkah ya”
saya terus, deg, ini toh maksud temen saya mengadakan kegiatan ini. message-nya nggak perlu berpanjang-panjang kata, cukup : “ayo ikut ngrasain susahnya suamimu kerja “, dan kena.
saya menghitung, kira-kira dengan rute pendek , seperti sea trial dan tidak menghabiskan dana lebih dari 5 juta. daripada mengundang motivator penggugah kesadaran mendukung sepenuhnya kerja suami yang bekerja, nilai segitu menurut saya jelas worthed.
saya rasa inilah family gathering ala PSO.