catatan saya ini catatan titipan dari seorang sahabat yang ingin mengungkapkan perasaan bangga dan kagum terhadap ayahanda tercintanya. Sahabatku ini terinspirasi oleh tulisan saya di blog yang berjudul aku selalu butuh ridhomu.
“Bapak”, demikian sahabat saya biasa memanggil ayahandanya, “adalah sosok yang luar biasa taat kepada Ibu”. Ibu yang dimaksud adalah nenek sahabat saya . “Saat bapak ditakdirkan oleh Alloh untuk menjadi yatim diusianya yang menginjak tahun ke-empat, di saat itulah Ibu menjadi panutan hidupnya”.
Tidak ada warisan berlimpah yang ditinggalkan almarhum ayahandanya saat itu. Hanya seorang ibu yang menyandang status janda miskin saja yang kemudian mendampinginya mengarungi kerasnya kehidupan. Betapa kondisi serba kekurangan bahkan memaksanya untuk mengikuti sunnah rasul Ibrahim dengan berkhitan secara massal. Kondisi demikian pula yang memaksanya menumpangkan namanya tercantum namanya di KK tetangga untuk sekedar bisa didaftarkan di sekolah dasar.
“Bapak tidak pernah membantah satu katapun apa yang dikatakan ibunya”, demikian sahabat saya berucap. Pernah di suatu waktu, saat ia masih SD, ia telah berniat membeli minyak rambut pomade yang sudah habis (untuk urusan rambut, ia memang selalu ingin tampil wellgroomed..) sepulang sekolah. Niatnya, sebenarnya mudah terlaksana dan memang lokasi dimana toko yang akan disambanginya untuk membeli pomade ini searah dengan perjalanannya pulang dari sekolah ke rumah. Akan tetapi karena di awal keberangkatannya, ibu telah berpesan untuk tidak mampir-mampir sepulang sekolah, maka niat membeli pomade itu pun diurungkan dan dibatalkannya hingga hari dimana ibu mengijinkannya membeli. Tentu saja dengan konsekuensi jeda waktu dimana ia terpaksa menikmati kondisi rambut yang tidak bisa rapi sebagaimana biasanya.
Suatu ketika juga, sebagaimana rutin dilakukannya setiap hari, ia bangun dari tidurnya untuk menunaikan sholat tahajud dengan didahului mandi. Selesai mandi, ia bersegera menggelar sajadah untuk sholat tahajud. Di saat itu, ibu juga terbangun dan meminta kepadanya untuk menunda sholat tahajudnya dan melanjutkan tidur. Ia menuruti apa yang diminta ibu dengan merebahkan kembali tubuh di atas sajadah dengan kondisi badan yang sebenarnya sudah segar karena telah dibasuh air mandi . Tidak lama, mungkin karena Ibu melihat anaknya ini tidak benar-benar bisa tidur, ibu meminta ia melanjutkan sholat tahajudnya.
“Masih banyak cerita lain tentang betapa taatnya Bapak kepada Ibunya”, demikian kata sahabatku. Bahkan disaat usianya kini telah menginjak tahun ke 67 , ia masih demikian adanya. Tidak pernah berkata tidak apa yang menjadi perintah dan permintaan ibunya.
“Betapa agungnya Ibu dimata Bapak”, hingga terciptalah sebuah puisi :
IBU …
tak ada yang dapat kukatakan kepadamu, selain untaian terimakasih yang tiada tara, untuk segala kasih dan pengorbananmu…
Semoga …
Allah selalu memberiku kesempatan dan menyadarkanku akan kesempatan itu,
untuk sedikit mewujudkan mimpimu atas diriku sebagai ucapan terimakasihku,
walau seandainyapun kuwujudkan semua mimpimu atasku, tak akan mampu menebus semua pengorbananmu,
Namun setidaknya ada yg bisa kulakukan untuk sedikit menebus air mata yang selalu mengalir mengiringi doa panjangmu untuk kami,
Doa panjang yang kau panjatkan pada ILLAHI RABBI saat kami sedang terlelap dalam indahnya mimpi,
doa yang tiada lelah selalu engkau sertakan dalam setiap langkah kami,
doa yang selalu dan akan selalu menjadi sumber kekuatan kami,
doa yang kadang tak pernah kami sadari sebagai harapan kecil darimu untuk kami,
harapan yang tak pernah engkau katakan dan kadang harus terabaiakan karena engkau tak ingin membebani langkah putra putrimu dengan sedikit harapanmu,
Maafkan kami yang tanpa sadar mungkin telah merenggut sebagian dari mimpimu,
IBU betapa mulianya dirimu…
Maafkan kami yang kadang tak mengerti akan kata hatimu,
harapan kecilmu, dan sedikit impianmu atas kami,
Dalam diammu semakin kumenyadari, bahwa belum ada yg bisa kami lakukan untuk membahagiakanmu IBU …
Namun kami selalu memohon,
Semoga Allah memberi kami banyak kesempatan untuk memberikan kebanggaan kepadamu IBU …
Kebangaan yang akan menghadirkan senyum manismu,
senyuman yg ketika merekah hangatnya melebihi sinar mentari pagi,
Senyuman yang mampu membuat kami seolah tak memerlukan apa-apa lagi di dunia ini,
Senyummu IBU penerang jalan kami,
ridhomu IBU permudah langkah kami.
Semoga suatu saat ada yang bisa lakukan umtukmu, sehingga engkau bangga menyebut kami anakmu, seperti bangganya kami, menyebut engkau ,sang malaikat kami di bumi, IBU …
sang surya kami …
I LOVE U So much …
IBU …
(tribute untuk sahabatku fhierda, maaf jika kurang berkenan)