Semenjak kepergian bapak pada bulan akhir Mei 2010, Emak kelihatan semakin menurun kondisi kesehatannya. Bisa jadi ini karena faktor usianya yang sudah menginjak 71-an, atau juga karena faktor psikis yang memaksanya harus terpisah dengan bapak yang telah menemaninya hingga tutup usia .Masa sekian tahun kebersamaan adalah masa yang selalu dipenuhi dengan suka dan duka. Masa yang sekian tahun itu telah dipenuhi dengan tawa dan tangis. Masa yang telah sekian tahun dilewati itu, semoga selalu dalam ridho Alloh subhanahu wata’alaa, amiin..
Emak, yang semenjak aku menerima penempatan tugas pertama kali ke luar jawa, tahun 1995, praktis hanya bisa aku jenguk sesekali, tidak tiap hari seperti dulu waktu aku masih menuntut ilmu di Tegal. Praktis aku seperti menjadi anak hilang yang hanya akan tampak dihadapan emak setahun sekali tepat iedul fitri atau kesempatan lain saat aku mendapatkan tugas ke Jawa.
Emak , yang melahirkanku di rumah sakit Kardinah, menurut ceritanya. Dan menurut emak juga, akulah satu-satunya anaknya yang melahirkan “agak susah” dan mesti mendapatkan perlakuan khusus dengan melahirkannya di rumah sakit Kardinah, yang berjarak kurang lebih lima kilometer dari tempat tinggalku di Debong Wetan. Aku yang dilahirkan di urutan ke delapan dari sepuluh bersaudara, memaksa emak dan bapak menyambut kelahiranku di rumah sakit. Tidak seperti sembilan saudaraku lainnya yang cukup di rumah dan ditangani bidan.
Emak juga punya cerita bahwa saat aku masih dalam gendongannya, rambutku pirang kemerah-merahan, tidak plontos seperti sekarang pastinya, dan bertepatan dengan masuknya listrik di desa Debong Wetan. Saat itu menurut emak, instalaturnya masih orang bule yang kemudian ketika ia melihatku jadi teringat dengan anaknya yang di Belanda. Sejak saat itulah, kakak perempuanku tertua memanggilku dengan Irbi, katanya itulah nama orang Belanda yang memasang tiang listrik depan rumahku.
Emak, yang dulu hampir setiap harinya dalam seminggu dipenuhi dengan kegiatan pengajian, sekarang sudah jauh berkurang intensitasnya, apalagi saat ia menderita sakit di persendian kakinya. Sakit yang memaksa sholatnya tidak dalam posisi berdiri, tapi dengan duduk dengan kaki diselonjorkan.
Emak, kemarin aku lihat pas ada waktu libur tiga hari, di awal April 2012, terlihat sumringah karena kedatanganku tidak sendiri. Aku bersama mas Salaf dan adikku, Winarno bisa kumpul di saat yang sama. Sebuah kesempatan langka. Ya, aku rasa emak cukup bahagia bisa melihat kami bisa rukun dan sehat serta bisa menemuinya meski hanya sesekali. Emak cukup bahagia meski aku hanya bisa sesekali memijat kaki dan bahunya.
Aku yakin, meskipun jarakku terpisah jauh dan jarang bertemu muka dengannya , do’anya senantiasa hadir untukku, untuk anak-anaknya semua, tulus, tanpa pamrih apapun.
Emak, do’akan aku , anakmu yang jauh, selalu bisa mendo’akanmu juga. Do’akan juga aku tetap diberikan keluangan waktu, tenaga dan biaya untuk selalu bisa menemuimu, mengobati rinduku padamu, karena aku selalu butuh ridhomu.
Walaaah bosss… Jd melow nih…
Ini ada kutipan ttg ibu, bapakku yg buat, sesaat setelah ibuku pergi. Bapak buat tdk hny utk kami anak2nya, jg utk bapak sendiri yg begitu sangat menyayangi n menjunjung ibunya.
IBU ,,,
tak ada yang dapat kukatakan kepadamu, selain untaian terimakasih yang tiada tara, untuk segala kasih dan pengorbananmu,,,
Semoga ,,,
Allah selalu memberiku kesempatan dan menyadarkanku akan kesempatan itu,
untuk sedikit mewujudkan mimpimu atas diriku sebagai ucapan terimakasihku,
walau seandainyapun kuwujudkan semua mimpimu atasku, tak akan mampu menebus semua pengorbananmu,
Namun setidaknya ada yg bisa kulakukan untuk sedikit menebus air mata yang selalu mengalir mengiringi doa panjangmu untuk kami,
Doa panjang yang kau panjatkan pada ILLAHI RABBI saat kami sedang terlelap dalam indahnya mimpi,
doa yang tiada lelah selalu engkau sertakan dalam setiap langkah kami,
doa yang selalu dan akan selalu menjadi sumber kekuatan kami,
doa yang kadang tak pernah kami sadari sebagai harapan kecil darimu untuk kami,
harapan yang tak pernah engkau katakan dan kadang harus terabaiakan karena engkau tak ingin membebani langkah putra putrimu dengan sedikit harapanmu,
Maafkan kami yang tanpa sadar mungkin telah merenggut sebagian dari mimpimu,
IBU betapa mulianya dirimu,,,
Maafkan kami yang kadang tak mengerti akan kata hatimu,
harapan kecilmu, dan sedikit impianmu atas kami,
Dalam diammu semakin kumenyadari, bahwa belum ada yg bisa kami lakukan untuk membahagiakanmu IBU ,,,
Namun kami selalu memohon,
Semoga Allah memberi kami banyak kesempatan untuk memberikan kebanggaan kepadamu IBU ,,,
Kebangaan yang akan menghadirkan senyum manismu,
senyuman yg ketika merekah hangatnya melebihi sinar mentari pagi,
Senyuman yang mampu membuat kami seolah tak memerlukan apa-apa lagi di dunia ini,
Senyummu IBU penerang jalan kami,
ridhomu IBU permudah langkah kami.
Semoga suatu saat ada yang bisa lakukan umtukmu, sehingga engkau bangga menyebut kami anakmu, seperti bangganya kami, menyebut engkau ,sang malaikat kami di bumi, IBU ,,,
sang surya kami ,,,
I LOVE U So much ,,,
IBU ,,,
waduh mas, jadi trenyuh aku moco tulisane jenengan……… inget makku sing ning kampung, deket tapi serasa jauh……………………….
yo bre.. mugo2 mbok diparingi sehat.. aamiin..
Pingback: puisi untukmu, ibu « slametsukanto