Tags
“flight attendant, door close, slide bar and cross check” demikian aba-aba yang disampaikan oleh pilot lewat speaker di ruang kabin pesawat setelah didahului dengan nada tone single berbunyi “tut”. Aba-aba itu tentu saja ditujukan kepada segenap flight attendant atau pramugari pesawat setelah pilot mendapatkan laporan final terhadap keseluruhan kondisi pesawat termasuk diantaranya jumlah penumpang. Aba-aba inilah yang aku tunggu di trip perjalananku kali ini dari Jakarta ke Batam menuju Tanjung Uban, dimana keluarga, anak dan istriku tinggal. Aku harus menempuh perjalanan ini di hari sabtu dimana aku seharusnya masih ada di kelas.
Perjalananku ke cengkareng menuju penerbangan ini, aku diantar oleh seorang teman yang belum lama kenal. Dia heran dan menyampaikan pertanyaan, kenapa harus pulang sementara hari minggu aku harus kembali. Pertanyaan klasik yang terlontar adalah, “apa ada keperluan penting pak?”. Aku hanya tersenyum dan menjawab ringan, “setiap pertemuan dengan keluarga, anak istriku adalah keperluan penting mas..”, dan dengan tidak membantah ia mengamininya.
Sepanjang perjalananku ke arah bandar udara Cengkareng itu kemudian aku penuhi cerita bahwa betapa banyak juga ayah-ayah lain yang senasib denganku. Yang hanya punya waktu satu atau dua hari berkumpul bersama anak istrinya setelah seminggu atau dua minggu atau bahkan tiga minggu terpisah. Aku juga sadar, bahwa kami , ayah-ayah yang terpisah dari anak istri ini harus memiliki kesiapan yang cukup moril dan materiil, dan rasanya sudah banyak ceritaku di note-note sebelumnya di blog ini yang kalau diceritakan lagi bisa membosankan.. 🙂 . Tapi di perjalanan ini aku mendapatkan pelajaran penting dari teman yang belum lama aku kenal ini. Pelajaran itu adalah kesepahamannya bahwa bagian terpenting dari seluruh rangkaian kesibukan kami, para ayah yang “terpaksa” jauh dari anak istri, tentang quality meeting. Yup, meskipun hanya satu hari satu malam, asal pertemuan dengan anak istri ini berkualitas, jauh lebih penting daripada bertatap muka setiap hari tapi ayah tidak tahu apa-apa tentang perkembangan anak dan aktifitas istrinya. Mudah-mudahan ini bukan sekedar dalil pembenar kami para ayah yang terlalu sering meninggalkan anak istrinya demi sebuah tuntutan tugas dan pekerjaan. Niat kami tentu saja mulia, memberi nafkah yang baik kepada anak istri kami, meskipun “terpaksa” harus berjauhan dengan mereka.
Mudah-mudahan, dengan niatan ibadah, keadaan apapun yang membuat kami berada dalam kondisi seperti ini selalu mendapatkan ridho-Nya.. aamiin..