Aku menanyakan kalimat tanya seperti di judul note itu di sebuah kesempatan ceramah yang diisi oleh seorang pejabat struktural yang juga seorang motivator. Aku , dan mungkin di sebagian orang kebanyakan, wajar saja menanyakan hal itu. Bagaimana tidak, dari serangkaian ceramah yang disampaikannya adalah tentang selalu berbuat baik, berpikir positif dan berprasangka baik dalam lingkungan pekerjaan yang note bene akan selalu dipenuhi dengan manusia dari berbagai karakter. Dan wajar juga pertanyaan itu aku sampaikan karena ada saatnya dimana kita sebagai manusia biasa menggerutu perihal perilaku seseorang yang senantiasa kita perlakukan dengan baik tapi mendapatkan feedback sebaliknya. Sering juga kita mengalami bahwa segala kebaikan kadang ditafsirkan terbalik dengan tujuan mulia kita. 
Tentu saja dari pertanyaan yang aku ajukan itu, tidak ada jawaban yang sesuai dengan keinginanku, dimana ia akan merasa lelah di suatu ketika, seperti halnya aku, atau beberapa orang lain yang mengalami hal serupa denganku. Jawabannya adalah tetap saja jawaban positif, yang tentu saja menurut pendapatku tidak mungkin dilakukan selain manusia setingkat dewa atau nabi, yang memang didesain Tuhan dengan segunung sabar dan seluas lautan prasangka baik. 
Aku tidak mencecarnya lebih jauh, bahkan ketika ada kesempatan bertatap muka berdua selepas acara ceramah itu. Aku lebih mencari dan memilih jawabanku sendiri. Aku lebih memilih tetap memberikan penilaian terbaik kepada beliau dan membiarkan sembari mendoakan agar beliau tetap sperti adanya sekarang, menebar aura positif kepada setiap orang dan kelompok yang ditemuinya langsung maupun melalui media ceramah.  Dan aku berdoa mudah-mudahan beliau diberikan kesehatan dan tidak mengenal lelah dan tetap dalam sehat walafiat.
Aku percaya masih banyak juga insan-insan dengan tipikal seperti itu bertebaran di bumi Alloh. Insan yang senantiasa menyeru kepada kebaikan dan tentu saja berbuat kebaikan, dengan tidak mengenal kata lelah. Lelah bagi insan-insan ini hanya akan mengurangi semangat mereka, karena memang demikian teladan yang diterima dari rasul Muhammad SAW. Kelelahan yang hanya mereka harapkan balasannya kelak di akhirat.
Aku kemudian merefresh tentang sejarah kesabaran dan tidak pantang lelahnya Nabi Muhammad SAW ketika di awal kenabian  menyampaikan  Diinul Islam. Betapa ketika Rasul dilempari batu dan dicaci , seketika malaikat Jibril menawarkan “jasa”-nya untuk memberi pelajaran kepada mereka, ditolak oleh Rasul. “mereka belum tahu tentang kebenaran Diin ini”, demikian jawabnya menolak tawaran malaikat Jibril.  Dan hari-hari berikut, tetap dipenuhinya dengan menyampaikan kebaikan dan kebenaran, dan tentu saja aura positif dengan tanpa menyisakan dendam. subhanalloh.. laqod kaana lakum fiirasulillaahi uswatun hasanah.
Bisakah kita meniru Rasul?insya Alloh mestinya bisa.. bismillah..