Saya awalnya ngeblog sebenarnya dipenuhi rasa malas. Ngeblog dalam pandangan saya dulu, mirip orang yang menulis diary, tempat curhat dan meluahkan gundah-gulananya perasaan untuk kemudian bisa menjadi konsumsi public melalui media social. Buat saya, hal semacam itu rasanya kurang arif, dan makanya semenjak keluarnya Friendster , wordpress ataupun blogspot, saya nggak tertarik.
Tapi seiring dengan kepindahan tugas saya ke Sampit, Kalimantan Tengah di sekitar akhir tahun 2011, saya memberanikan diri menulis di blog. Pilihan kemudian jatuh di wordpress, tentu saja yang versi gratisannya. Mulailah di tempat tugas baru saya menulis baik tentang perjalanan maupun tentang pekerjaan. Dan keberlangsungan menulis saya berlanjut hingga ke penempatan terakhir di Tanjung Balai Karimun.
Seiring perkembangan waktu, anak saya kemudian terjangkiti demam menjadi seorang youtuber dan membentuk kelompok kecilnya bernama SIKOPIKOLA, yang hingga saat ini saya juga nggak dapat jawaban kenapa pilihan nama itu yang mereka pilih. Dan sebagaimana layaknya youtuber, dicantolkan raihan prestasinya dengan iklan di Adsense, dalam rangka mendapatkan penghasilan. Itu sudah mulai berlangsung sejak sekitar awal kelas 9 dan hingga saat ini belum ada video yang “happening” dan menyedot pengunjung seperti “shinta dan jojo”. Ketertarikannya dengan youtuber bertambah dari kisah sukses Bayu Skak atau Raditya Dika yang berhasil “menghidupi” diri mereka dengan menjadi seorang youtuber. Boomingnya lagi saat ini komunitas youtuber sukses se-indonesia bergabung dan membuat semacam kaleidoskop bernama YOUTUBE REWIND INDONESIA. Sah –sah saja kalau ide rewind ini juga kemudian di-parodikan oleh komunitas SIKOPIKOLA menjadi versi YOUTUBER BINTAN. Coba lihat video ini : parody youtube rewind indonesia 2015

Apa yang ada dalam benak saya adalah keberanian berekspresi anak-anak jaman sekarang melalui medianya. Yang lagi booming tentu saja You Tube , sekalian jadi lahan mencari uang saku tambahan, melalui program iklan yang nempel di tayangan video mereka seiring kenaikan jumlah pengunjung. Step selanjutnya saya berharap anak saya akan berani menuangkan ide-ide segarnya dalam bentuk tulisan, seperti yang sudah dilakukan idolanya, Raditya Dika melalui berbagai karya novelnya.
Keberanian berekspresi juga ditunjukkan oleh teman-teman saya di komunitas menulis Bea Cukai yang di awal Desember 2015 lalu dideklarasikan secara resmi oleh Direktur Jenderal dengan nama CLiF kepanjangan dari Customs Literasi Forum. Saya sepakat dengan pilihan kata Forum dibanding dengan kata Club, karena sudah sedemikian banyaknya Club di Bea Cukai, mulai dari sepeda, selam, terjun paying, music, basketball, volleyball, dll.
CLiF sebagai sebuah wadah yang diawali dengan Capacity Building dimotori oleh personil yang secara pribadi saya kenal betul kualitasnya. Personil yang jika mereka terjun didalamnya, bukan pilihan yang terjadi secara kebetulan, dan lebih dari sekedar keisengan mereka tergabung didalamnya. Diskusi yang terjadi di group whatsapp pun demikian, gayeng dan berbobot. Padahal sejatinya personil-personil ini jelas lintas angkatan kelulusan. Ada banyak ide bermunculan dan sebagian saya yakin sudah mulai mereka susun secara individu untuk kemudian dibahas dalam pertemuan berikutnya yang saya yakin tidak akan lama lagi dilakukan baik formal maupun nonformal.
Ada ide photostory dari seorang tukang foto mumpuni tentang keberadaan seorang dog handler wanita berjilbab. Ada ide menulis tentang perjalanan intelijen muda di bidang kepabeanan, ada ide tentang rangkaian cerita kondisi kantor di remote area yang diharapkan jadi pakem bagi yunior yang akan ditempatkan disana. Ada juga ide novel yang entah nanti bentuknya seperti apa, tapi nafasnya tetap tentang kebeacukaian.
Saya menghargai keberanian siapapun mengungkapkan ekspresi, menuangkan perasaan bergejolaknya yang terpendam, menorehkan ide-ide yang jika disampaikan secara formal mungkin akan mentah dan hanya menjadi tumpukan naskah.
Menurut saya, penulis adalah pemberani. Dan menjadi seorang pemberani dibutuhkan keberanian. Ketukan jarinya di keyboard dalam merangkai sebuah tulisan bisa akan sangat lebih berarti dari seperangkat aturan yang kadang tidak bisa meliuk-liuk melilit himpitan sebuah pohon permasalahan hingga menumbangkannya.
Buat teman-teman CLiF, mengutip kata-kata penyemangat yang saya minta tuliskan mbak Asma Nadia di buku, menulislah, karena ia adalah lading amal. Dan sekali lagi, buat saya, penulis adalah pemberani.