Tags
bermain bola, OSIS, Primagama, purwakarta, sampit, SMPN 12 Bintan Utara, tadarus al-qur'an, Tanjunguban, Tgperak, Tgpinang
Pagi ini aku tidak dalam kondisi bagus karena semalam tidak nyenyak tidur. Banyak hal yang berkecamuk dalam pikiranku disamping badanku yang pegal gara2 habis main futsal sampai terpaksa minta tolong anggotaku beli minyak tawon jam setengah duabelas malam.
Pagi ini aku seperti mendapat teguran karena telah tidak memanfaatkan waktu terbaik bersama anak-anakku yang sedang dalam masa pertumbuhan. Yang besar menuju dewasa, apalagi semenjak khitan pertumbuhan fisiknya melesat dan saat ini ia telah melewati tinggiku. Pita suaranya juga telah pecah dan berubah menjadi suara yang bukan lagi anak-anak. Banyak perubahan fisik lainnya yang sepertinya juga dipercepat dengan tuntutan posisinya yang menduduki jabatan ketua OSIS di sekolahnya, SMPN 12 Bintan Utara. Dari kecil, TK, memang dia sudah menunjukkan bakat leader dengan menawarkan diri menjadi mayoret ke kepala TK.
Anakku yang kedua, belum khitan, tapi alhamdulillah dia yang paling rajin sholat jamaah di musholla komplek perumahan kami. Dia ini yang paling rajin berkomunikasi denganku melalui telpon seluler dan selalu menjadi andalan sebagai pengawal buat mamanya kalau berpergian keluar Tanjunguban.
Sepanjang perjalananku sejak penempatan pertama di Tanjunguban tahun 1995 sampai kemudian menikah tahun 1997, berpindah tugas ke Tgpriok tahun 2000, ke Tgpinang tahun 2002, ke Purwakarta tahun 2004, ke Tgpinang lagi tahun 2006, ke Tgperak tahun 2008, dan terakhir ke Sampit tahun 2011, ada banyak waktu yang dengan sangat terpaksa aku tidak bisa hadir bersama mereka, dua anakku. Ada banyak waktu yang aku tidak bisa mencium mereka dan merapatkan selimut sebelum mereka tidur. Ada banyak waktu yang aku tidak bisa mengantarkan mereka berangkat sekolah di pagi hari, les Primagama di sore hari, les mengaji di sore hari lainnya, dan berlatih sepakbola di hari Sabtu sore. Ada banyak waktu yang aku tidak bisa menemaninya mengerjakan PR matematika dan pelajaran lainnya. Ada banyak waktu yang aku tidak bisa menemani mereka bermain bola diluar jam latihan rutin. Ada banyak waktu menemani mereka beranjak dari rumah menuju musholla komplek perumahan sesaat setelah terdengar kumandang azan. Dan ada banyak waktu menemani mereka tadarus al-qur’an selepas magrib. Aku banyak berhutang waktu kepada mereka. Hutang waktu yang semestinya aku berikan kepada dua anakku, darah dagingku, yang tidak bisa aku putar kembali.
Saat ini, aku pandangi wallpaper blackberry-ku yang terpampang foto kedua anakku saat masih balita. Lucu.. tersenyum.. tanpa dosa..
Saat ini, walaupun mereka berdua tidak lagi lucu, tapi mereka tetap anakku yang tetap aku cium pipi dan keningnya sebelum tidur.
Saat ini, dari tigapuluh hari waktuku, aku hanya bisa memberikan ciuman di pipi mereka paling banyak lima hari.
Saat ini, aku hanya bisa berharap dan berdo’a , semoga masih ada waktu bagiku bisa menikmati masa tumbuh dan berkembangnya mereka, hingga suatu ketika mereka menjadi anak-anak sholihah yang bisa mendo’akan orang tuanya bila telah tiada.
Semoga Alloh SWT masih menyisakan banyak waktu buatku untuk mereka.. aamiin..