Tags

malam itu dirundung pilu, diserang duka, diteriaki rintihan rindu yang berubah menjadi cekaman yang menggetarkan hati.

***

“sore ini latihan seperti biasa, kasih tau yang lain”, kataku tegas .”siap kak”, jawabnya tidak kalah tegas.

Siang itu sudah kuingatkan untuk latihan drumband sore. Di sore hari yang cerah itu tanpa firasat buruk sama sekali, malah firasat baiklah yang menyelimuti hati untuk melatih junior Genta Bintama seperti biasa. Hari itu dia, Aldy , lain dari biasanya. Lebih klemar-klemer. Entah kenapa begitu. Sama sekali tidak ada firasat buruk.

“jempolmu itu ngalangin stik-nya! Coba jempolmu dihiraukan, biarin stik-nya bergerak sendiri!”, perintahku sedikit dongkol tapi tetep sabar.

Hari itu niatnya aku dan Okta ingin melatih fisik para Mayor Junior, Dias dan Aldy. Tapi ada perintah lain dari senior yang mungkin dia lagi “dapet”, jadi kerjaannya marah saja. Dia menyuruh untuk latihan stik. Oke, kami turuti perintahnya.

17.45 setelah pemilihan kapten alat, semua anggota Drumband Genta Bintama aku bubarkan dan pulang ke rumah masing-masing. Tapi ternyata ada juniorku yang kehilangan kunci motornya. Ia bersama temannya termasuk Aldy bolak-balik kelas – parkiran hanya untuk mencari kunci tersebut. Reflek, aku bersama Arif yang baru saja dikerjain membantu mencari kunci.

18.15 lewat atau sehabis azan, kunci motor yang hilang itu tidak juga ditemukan, terpaksa kami mendorong motornya. Saat itulah Aldy menyalipku dan teman-teman yang lain untuk pulang duluan. “duluan kak”, teriaknya sambil melewati kami. ”Oh iya-iya” reflek aku menjawab. Aku dan Arif melanjutkan misi kami untuk mengantarkan juniorku yang kehilangan kunci motornya ini sampai ke rumah.

18.45 aku sampai rumah dengan sebuah pertanyaan wajar dari Mama :”kok lama pulangnya Mas? Dari mana?”, dengan nada lembut yang menusuk langsung ke hati. “Tadi habis nganterin junior, dia kehilangan kunci motornya, jadi Aka ikutin dari belakang, si Arif yang dorong Ma..”. “Oh gitu, ya deh, mandi, sholat, makan sana”.

***

Malam itu, setelah makan , “dreeeet, dreeeet, dreeeet” BB memanggil. Eh, bang Yova, kubaca BBM-nya. Ke busung sekarang! Pikirku bang Yova motornya mogok atau sejenisnya di Busung, jadi minta tolong jemput. Itu pikirku. Kubalas BBM-nya, ngapain Bang? . Dia membalas, Cepat! . Semakin penasaran dan awalnya tidak yakin. Karena aku pikir pasti akan mengalami kesulitan mendapat ijin dari Mama untuk keluar lagi, apalagi ke Busung tanpa alasan yang jelas. Iseng-iseng, aku buka recent update.

Rasanya luar biasa, seperti tiba-tiba saja darahku berhenti mengalir bercampur-aduk dengan perasaan. Recent update dipenuhi dengan PM yang membuatku bingung, sedih, atau entah perasaan lain apa yang sejenis. Isi recent update yang ada : “Innalillahi wainnailaihi rajiuun”, “semoga tenang di sana Aldy Mulya Perdana”.

Aku langsung ganti baju, celana, pergi keluar rumah dengan satu alasan ke Mama : takziah ke temen di Busung. Saat aku keluar rumah, pas Dwiky dating. “Ka, ko dah tau?”. “udah, ayok gerak, aku sama ko e”, ujarku. “oke, cepat”, Dwiky merespon cepat. Kami pun pergi dengan izin Mama, di depan gerbang, ketemu Okta. “ayok Ta, langsung aja”, ujarku kepada Okta. Tanpa menjawab, Ia langsung memutar motornya, gaspol.

Ternyata sudah banyak yang menunggu di Makam Pahlawan untuk pergi bersama. Tapi karena sudah cemas, tidak sabar dan sedih, aku dan Okta pergi duluan ke Rumah Sakit Busung.

Sesampainya disana, yang ada hanya Kiki, saudara Aldy yang dibonceng, salah satu korban kecelakaan. Ia sendirian tanpa ada yang menemani selain para perawat. Dari situ kami baru tahu bahwa Aldy menabrak truk yang sedang berhenti. Kondisi Kiki cukup menghawatirkan. Aku menunggu menemani Kiki karena kasihan, ia selalu merintih kesakitan dengan memanggil ibunya. Aku tidak tega meninggalkannya sendiri. Aku dan Okta menunggunya sampai juniorku yang kelas 10 datang, aku meminta yang perempuan menemani Kiki dan yang laki-laki langsung pergi ke rumah Aldy. Gaspol.

Diperjalanan yang panjang dan gelap itu, aku dan okta saling mengumbar kesedihan, dan ketidakberuntungan Aldy. “ mak, sayang kali Ka” .” Dia itu asset kita wak. Dia badannya bagus, cocok buat paskib provinsi. Dia mayor junior kita wak, dia juga OSIS, Pramuka.. aaahhh tak taulah aku Ta” gumamku dengan penyesalan.

Setelah melewati jalan yang panjang, gelap, penuh dengan kesedihanyang mendalam, kami tiba di rumah alm. Aldy. Kedatangan kami disambut rintihan dan teriakan penyesalan dan kerinduan dari seorang ibu yang ditinggal anak tercintanya. Isak tangis pun mewarnai malam itu. banyak siswa dan siswi SMA 5 yang hadir di malam itu beserta guru. Mungkin memang begitu, orang baik pasti ditangisi kepergiannya.

Malam itu, yang jadi pembicaraan para siswa dengan guru tidak lain adalah kronologis kecelakaannya. Banyak versi yang bermunculan. Ada yang mengatakan truknya diberhentikan polisi secara mendadak, ada yang mengatakan truknya memang dari awal sudah berhenti disitu. Adapula yang mengaitkannya dengan hal-hal mistis. Entahlah, aku tidak ingin mudah mempercayai teori-teori mereka itu.

Sekitar jam 22.30 saya dan Okta bertolak pulang ke rumah. Dengan berat hati dan kesedihan yang masih membekas. Kami pacu motor dengan kecepatan sedang atas perintah Bu Icha. Kami mampir ke rumah sakit Busung kembali untuk mengetahui keadaan Kiki yang ternyata sudah dipindahkan dari IGD ke kamar lantai 3. Keadaannya masih sama, masih merintih , malah lebih agresif. Aku mengerti perasaannya. Pasti sakit sekali. Sakit jasmani dan rohani.

Malam yang gelap dan dipenuhi kesedihan itu kami tutup dengan pulang ke rumah masing-masing. Sungguh berat memejamkan mata. Masih terbayang jelas di benakku. Masih tidak habis fikir, karena sore itu aku dan okta masih melatihnya. Tidak habis fikir.

Malampun makin larut dan aku terbawa suasana kantuk yang membawaku kedalam mimpi.

***

Pagi tanggal 1 oktober atau sehari setelah alm. Aldy meninggal, kami membacakan surat Yasin bersama-sama di sekolah. Masih terlintas dibenakku tentangnya.

Setelah itu sekitar 160 orang yang terdiri dari pengurus OSIS, sebagian anggota paskib, anggota drumband, anggota kelas 10 MIA 3 yang merupakan kelas alm. Aldy dan beberapa senior kelas 12 beserta guru-guru bertolak dengan 4 bus ke rumah alm. Aldy.

Sampai di rumahnya, masih sama. Kami disambut teriakan rindu dari ibunya yang dari semalam tidak berhenti-henti. Sungguh pilu.

Disana kami tidak lama. Kami tidak sampai pemakamannya karena keluarga masih menunggu keluarga yang lain dari luar kota. Kami pun pulang ke sekolah dengan sebagian anak Busung tinggal di tempat sebagai perwakilan sekolah dalam proses pemakamannya yang diperkirakan akan berlangsung sore hari.

Di hari itu, aku memberikan penghormatan terakhir kepada alm. Aldy beserta rekan-rekan lainnya. Penghormatan yang tidak seberapa dengan kenangan baik yang telah ia goreskan di hati kami.

***

Terima kasih juniorku, terima kasih didikanku, terima kasih rekanku, terima kasih kawanku, terima kasih alm. Aldy Mulya Perdana. Semoga Alloh SWT menempatkanmu di sisinya. Aamiin ya robbal alamiin.

(ditulis oleh Agung Raka Sukanto mengenang alm. Aldy Mulya Perdana)