dangkung

Tags

, , , , , , , , , ,


imageimage

dangkung1/dang·kung/ n penyakit kusta yang telah parah (terutama yang telah membusukkan kulit); KBBI

Itu hasil googling saya dengan kata pencarian “dangkung”, dalam rangka mencari arti kata itu. Cukup mengagetkan. Arti lainnya dengan kata yang sama, diterjemahkan dengan arti yang tidak kalah negatifnya. Saya rasa inilah yang membuat pergerakan jumlah kosa kata bahasa Indonesia bergerak lambat sebagai sebuah bahasa besar dengan ribuan bahasa daerah pendukung yang tersebar di seluruh penjuru nusantara.

Saya mencari arti kata “dangkung” bukannya tanpa sebab. Ini karena kata ini masih asing di telinga, saat saya bersama keluarga menyaksikan sebuah tanggapan yang disajikan dalam sebuah acara ngunduh mantu saudara kami di daerah Telok Sasah, sebuah kelurahan di wilayah Tanjung Uban, Bintan. Tanggapan berupa live musik yang disajikan oleh sekelompok orang dengan pakaian sederhana, bahkan sangat sederhana. Beberapa pemain alat musiknya memang masih muda, tapi tidak demikian dengan penyanyinya, ia sudah menuju senja. Suaranya pun tidak bisa dibilang merdu. Tapi cengkok khas melayunya, pas ia bawakan.
Dengan mengambil tempat di belakang barisan para penyambut tamu, grup musik ini memainkan lagu-lagu melayu dari negeri jiran. Seingat saya ada satu lagu populer yang pernah akrab di telinga dengan judul, Nyonya Singapura. Aransemen musiknya yang luar biasa sederhana dan pembawaan penyanyinya yang semangat, membuat suasana hajat ngunduh mantu dari keluarga laki-laki dengan adat melayu ini jadi hidup. Semua tamu undangan benar-benar terhibur. Sebagian malah senyum-senyum melihat tampilan energik sang penyanyi.
Saya bertanya ke istri, tentang nama kesenian ini, dan namanya adalah Dangkung. Semestinya dalam bentuk aslinya, sebagaimana disampaikan beberapa orang yang saya tanya, penampilan grup musik Dangkung ini diiringi dengan joget plus sawerannya. Katanya di beberapa hajatan nikah sebelumnya juga pernah ada, tapi diberikan kesempatan perform di penghujung acara, dan disajikan khas buat ibu-ibu penjaga dapur dan pencuci piring, alias konco wingking.
Praktis selama menikmati santapan yang disajikan oleh tuan rumah ada empat lagu yang bisa saya dengar, dan kami puas. Saya kemudian membandingkan kurang lebihnya kesenian daerah semacam ini dengan sebagian besar kesenian daerah lainnya yang dihidupkan dan dilestarikan oleh orang-orang tua, seperti Tanjidor di Betawi. Kesenian daerah semacam ini dianggap oldis dan kurang diterima. Tuan rumah biasanya lebih senang menyajikan organ tunggal atau band yang lebih modern.

Dangkung, sebuah kegiatan bermusik khas melayu, dengan tampilan seadanya, mestinya tidak disajikan untuk kalangan konco wingking. Ia layak sebagai penampil utama dalam sebuah acara resmi guna menghidupkan dan melestarikan keberadaannya.

meral


Meral adalah nama yang tidak asing bagi sebagian besar pegawai bea cukai. terlebih bagi yang pernah menjalani penempatan di Karimun. ia adalah nama kecamatan, lokasi dimana bangunan Kanwil DJBC Khusus Kepulauan Riau berdiri tegak sejak tahun 1974. jaraknya sekira 5 kilometer dari pelabuhan ferry Tanjung Balai Karimun, dengan menyusuri sepanjang jalan Ahmad Yani.

Meral, letaknya di cekungan yang relatif aman dari ancaman gelombang laut karena terlindung pulau merak, pulau yang sebagian wilayahnya dimiliki oleh Bea Cukai dan dimanfaatkan untuk pembangunan tanki untuk penimbunan bahan bakar minyak dan air bersih untuk keperluan supply kapal patroli.

SAMSUNG

prasasti peletakan batu pertama kantor Bea Cukai di Meral

Berdiri sejak tahun 1974, komplek bangunan Kanwil DJBC Khusus Kepulauan Riau, dengan ratusan pegawai yang pernah mengabdikan dirinya dalam institusi ini, menjadikan kantor ini tidak hanya  dikelilingi oleh rumah dinas bagi pegawai Bea Cukai yang masih aktif, juga dikelilingi oleh purnabhakti Bea Cukai yang sudah terlanjur mengambil tempat tinggal di daerah Meral.Walaupun dominasi pendatang keturunan Tiongkok lebih mendominasi di sepanjang sisi jalannya. Walhasil, jangan heran kalau suatu ketika pegawai bersinggungan kendaraan atau apapun yang menghasilkan interaksi yang kurang mengenakkan, ternyata ujung-ujungnya berurusan dengan keluarga Bea Cukai juga. Bisa anaknya, cucunya, menantunya, adiknya, kakaknya, atau iparnya.

Seperti yang terjadi hari ini, saat kami melaksanakan kegiatan pembinaan jasmani, rombongan lari kami bersinggungan dengan seorang pemuda. ribut sedikit, bersitegang, hingga akhirnya nglurug kantor. Saya iseng tanya ke salah satu warga yang ikut nglurug itu.

“njenengan siapanya anak yang ribut itu?”, tanya saya.

“saya om-nya dia pak. saya anaknya penisunan bea cukai juga”, jawab dia sambil menyebut salah satu nama pegawai yang sudah purnabhakti.

‘hmm.. lha dia yang ribut ngadu itu siapa?”, tanya saya lebih lanjut.

“dia juga anaknya pensiunan bea cukai pak. baru saja orang tuanya meninggal, makanya mungkin dia agak sensitif”, jawab pemuda itu lagi. saya nggak kepikiran namanya dia, saking tegangnya suasana.

Kami sama-sama melihat pembicaraan bertensi tinggi yang dilakukan oleh temen saya dengan pemuda yang ribut itu dan tetuanya dia.

Terus saya bilang ke warga yang saya ajak bicara, ” lha kalau urusannya masih keluarga bea cukai, ngapain juga kita sampai ribut? udah kita selesaikan kekeluargaan saja”.

“ya terserah dia pak, saya cuma nemeni saja.”, jawabnya.

Saya tidak berani mengambil kendali pembicaraan, dan kesudahan dari pembicaraan tensi tinggi ini, dia akan melanjutkan ke laporan ke polisi, dan mereka bubar.

Sesudahnya, saya kemudian mengajak ngobrol dengan pak Afrizal, pengelola kantin yang tadi ketempatan untuk pembicaraan tensi tinggi itu.

“pak, apakah ada paguyuban bagi pegawai yang telah purnabhakti?”, tanya saya.

“itulah pak, saya sudah sejak awal pensiun empat tahun lalu, mengajak teman-teman untuk membentuk paguyuban dan menempatkan pak kanwil sebagai pelindungnya.”, jawab pak Afrizal yang kepalanya mirip temen saya yang mengelola situs pribadi .

“tapi kira-kira ada nggak teman-teman bapak yang bisa diajak runding untuk pembentukan paguyuban ini?”, tanya saya lagi.

“ada pak. insya Alloh nanti saya ajak mereka untuk kumpul”, jawab dia.

Saya memandang kejadian sepele tadi dari sudut pandang lain, ternyata memang perlu ada jembatan yang menghubungkan pegawai bea cukai aktif dengan yang telah purnabhakti. Saya jadi ingat dengan cara apik yang dijalankan pak Heru dalam merangkul para pejabat yang telah purnabhakti, san saya melihat sendiri dalam kesempatan capacity building Customs Literacy Forum awal Desember tahun lalu. Saya respek dengan cara beliau memperlakukan senior yang telah selesai menjalankan pengabdiannya di institusi Bea Cukai. diberikannya waktu kepada para senior untuk berbicara di forum formil dengan suasana yang santai. Forum yang niatnya melakukan recording secara tertulis sepak terjang bea cukai. rombongan senior yang terdiri dari Pak Yossy, pak Ahmad Riyadi, dan pak Nasir Adnan, dijamu dengan sangat baik. sebuah perlakuan simpatik dari seorang pemimpin yang terpilih dengan cara yang fair dan legitimate.

Kembali ke Meral, saya punya mimpi membangun keberadaan para pegawai yang telah purnabhakti di Meral khususnya dan di Karimun pada umumnya, sebagai ring satu untuk membentengi dan membangun institusi yang pernah jadi tempat pengabdiannya. Berikutnya di ring dua adalah putra-putri pegawai yang telah purnabhakti, yang mudah-mudahan memiliki rasa kebanggaan bahwa institusi bea cukai  yang menjadi sandaran tempat kedua orangtuanya dulu mengabdi.

Mudah-mudahan mimpi saya tidak berlebihan, mengingat saya sudah melihat sendiri teladan dari pucuk pimpinan bea cukai yang menempatkan seniornya yang telah purnabhakti secara elegan, dan semoga Meral dimana gedung Kanwil DJBC Khusus Kepri ini berdiri, tetap menjadi tempat yang hangat.

PSK


Sengaja saya tidak menuliskan kepanjangannya di tittle, biar “tittle catching” . Atau meniru triknya media, biar bikin heboh dulu, yang penasaran trus lanjut baca.

PSK, sebuah akronim yang pada zamannya, sama sekali tidak berkonotasi negatif. PSK yang pada zamannya, di era gemilangnya, dikenal di seantero Riau dan kepulauannya adalah kepanjangan dari Persatuan Sepakbola Karimun, perkumpulan yang terdiri dari pemain bola yang tinggal di Kecamatan Karimun dimulai di era tahun 60-an.

Yang menarik, mayoritas pemain bola yang ada di PSK itu adalah pegawai bea dan cukai yang tergabung dalam PORBC. Sebagian lainnya diisi oleh pegawai dari PN Timah. Beberapa prestasi yang berhasil ditorehkan oleh PORBC dalam berbagai kegiatan di wilayah kecil, Tanjung Balai Karimun, yang saat itu masih berstatus kecamatan, tertulis dalam beberapa piagam penghargaan yang masih tersimpan rapi. Bahkan dalam rangka mempertahankan tradisi juara itu, pendahulu-pendahulu Bea Cukai sengaja merekrut pemuda-pemuda yang memiliki talenta-talenta unggul di bidang sepakbola, bahkan cabang olah raga lainnya. Tentu saja saat itu metode rekrutmen pegawai masih mudah, dan hanya mengandalkan “assessment” personal dan kemampuan yang terlihat, jago olahraga.

Saya merasa tertarik untuk mencari siapa gerangan pegawai yang dulu direkrut untuk mengisi formasi di bidang sepakbola, tergabung di PORBC, dan kemudian ditarik memperkuat PSK ke kancah sepakbola Divisi III. Dan saya beruntung bertemu dengan salah satunya yang sekitar tiga tahun lagi akan memasuki masa purnabhakti. Namanya Zulkifli, seorang pelaksana di KPPBC Tanjung Balai Karimun, dan ini penampakannya :

IMG-20160121-WA0018

Perawakan yang tidak terlalu tinggi, badan cenderung gelap, dengan lidah yang agak cadel, khas melayu. Ya, pak Zulkifli putra asli Karimun. Semenjak ia diterima sebagai pegawai Bea Cukai, memperkuat PORBC, bergabung dengan PSK, ia hanya berkutat di pulau kecil ini, Karimun.

Pembicaraan tentang PSK yang saya mulai dengan beliau langsung menghilangkan jarak kami. Dengan antusiasnya beliau bercerita tentang masa puncak kejayaan PSK dibawah binaan Herias Hutabarat yang saat itu menjabat Kepala Kantor Bea Cukai Tanjung Balai Karimun, PSK berhasil masuk ke level Divisi yang lebih tinggi.

Beliau kemudian berkenan meminjamkan saya sebuah buku yang dicetak pada saat Reuni 40 tahun PSK, sebuah buku yang menurut saya punya nilai sejarah. Di buku itu banyak terpampang nama-nama pegawai bea cukai , sebagian dari yang ada saya kenal karena jadi pejabat, sebagian lainnya tidak saya kenal. Panjang juga narasi sejarah tentang keberadaan PSK yang seolah mensiratkan bahwa PSK adalah Bea Cukai, karena mayoritas pemainnya adalah pegawai Bea Cukai. Reuni 40 tahun PSK saat itu, seperti reuninya orang Bea Cukai dengan mengambil tempat di Karimun.

SAMSUNG

lapangan sepakbola Teluk Air

Pagi harinya, saya menyambangi tempat latihan yang disampaikan oleh pak Zulkifli. Lapangan Sepakbola Teluk Air. Letaknya ada sekira tigaratus meter dari komplek rumah dinas Teluk Air tempat saya tinggal. Berada di Jalan Pendidikan, Kecamatan Teluk Air, berseberangan dengan radar pantai milik Pangkalan Sarana Operasi Bea Cukai Tanjung Balai Karimun yang sudah tidak berfungsi. Lewat dinding di belakang gawang, saya masuk ke lapangan dan mengabadikan kondisi terkini lapangan sepakbola Teluk Air. Lapangan dimana pada jamannya PSK mengasah tajinya untuk bisa beradu dengan kesebelasan lain di Riau daratan. Saya mencoba merasakan bagaimana gegap gempitanya pertandingan di sebuah lapangan bola level kecamatan. Saya bisa merasakan bahwa saat itu, hiburan yang ada di kecamatan Karimun adalah hiburan menonton bola. Dan dari foto-foto reuni perak PSK yang pak Zulkifli bawa menunjukkan benar adanya, bangku penonton penuh terisi.

Saat ini PSK, telah berganti akronim menjadi PS Karimun dan dibawah pengelolaan Pemkab Karimun lewat KONI-nya. Pegawai Bea Cukai yang dulu pernah berkiprah di PSK, tidak lagi aktif didalamnya. Saat ini beberapa mereka hanya tersisa kenangan dan cerita, bahwa mereka pernah sama-sama berpeluh bergabung dalam sebuah kesebelasan kebanggaan, PSK – Persatuan Sepakbola Karimun.

retak seribu

Tags

, , , , , , ,


sudah pernah jalan di Tanjung Uban di Pulau Bintan? kalau belum, cobalah sesekali jalan dan menikmati slow motion-nya kehidupan seperti di film Cars saat Lightning McQueen tersesat ke daerah yang sudah tidak lagi disinggahi kendaraan. anda akan merasakan betapa hiruk pikuk yang selama ini dialami di Jakarta, seperti terlepas begitu saja. ini menurut versi saya, dan satu-satunya alasan mengatakan demikian adalah karena home base saya ada di Bintan, tepatnya tanjung uban. kalau anda pengen tahu bentuk geografis pulau Bintan, lihatlah kacang mente, maka tanjung uban itu lokasinya ada di bagian atas, sementara tanjung pinang ada di bagian bawah lengkap dengan pulau penyengat di seberangnya.

Tanjung Uban, kodratnya adalah kehidupan melayu yang mendominasi. karenanya jangan ditanya jumlah kedai kopi yang ada, dan hal yang menarik dari sebagian besar kedai kopi yang ada adalah cangkir khas made in tiongkok seperti ini :

SAMSUNG

Cangkir kopi

cangkir itu tentu saja muat kopinya tidak banyak, karena itu adalah porsi yang pas untuk diminum. karena bisa saja seseorang bertemu dengan beberapa temen dalam sehari di kedai kopi yang berbeda. dan jadi nggak asik kalau memenuhi undangan menghabiskan waktu di kedai kopi itu tanpa ngopi. asiknya, budaya minum kopi ini mengadopsi minum kopi pancung, kopi yang disajikan separuh dari porsi normalnya.

saya ngga usah membedakan penamaan lainnya untuk kopi. karena selain nama kopi o, sependengaran saya belum pernah mendengar penyajian kopi obeng, kopi menggunakan es. istilah obeng melekat hanya di sajian minum teh saja, ada teh o atau teh obeng.

di Tanjung Uban, hanya ada satu kedai kopi yang melalui tahapan giling dulu sebelum diseduh, namanya kedai kopi seloka. tempatnya pas di arah keluar pelabuhan penumpang Tanjung Uban , sebelah kanan. tanya saja, kedai kopi Seloka, orang setempat sudah pasti tahu. tempatnya kurang asik sebenarnya apalagi untuk ukuran anak muda, karenanya kedai kopi ini hanya disinggahi orang-orang tua yang sudah mulai melekatkan pantanya di kursi kedai kopi jam setengah enam pagi.

satu lagi kawan, sesekali pesanlah kopi dengan meminta untuk disajikan dengan cangkir retak seribu. permintaan khusus yang artinya sang peminum kopi meminta kopinya dituangkan dalam cangkir yang sudah “berumur”. tau kan kalau orang sudah berumur? ia akan terlihat guratan ketuaan. demikian juga dengan cangkir retak seribu, dimana sejatinya ia sama sekali tidak retak, tapi sudah dipenuhi guratan-garis seperti mau retak. itu terjadi sangking tua-nya cangkir ini mengantarkan kopi panas bagi peminumnya. cobalah sesekali merasakan sensasinya, walaupun saya yakin buat kawan yang sayang sekali meluangkan waktu berlama-lama duduk di kedai kopi, rasanya tidak jauh beda. cuma biar kawan ikut membayangkan, sudah berapa banyak bibir yang pernah menempel di cangkir retak seribu itu.

fenomena ayah dan anak


 

pilkada serentak 9 desember lalu di provinsi kepri, menghasilkan keputusan sementara keunggulan pasangan Sanur terhadap pasangan Sah. beberapa pihak, terhenyak melihat hasil akhir pungutan suara rekap yang dihimpun oleh KPU Provinsi Kepri. artinya beberapa pihak tersebut berekspektasi atau memprediksi bahwa semestinya hasilnya tidak demikian. saya tidak bisa memberikan opini apapun kenapa hasilnya menjadi demikian.
yang ada dalam pandangan saya adalah, karakter orang indonesia sepertinya tidak hilang dari masyarakat Kepulauan Riau yang melakukan pemilihan kemarin. yang saya maksud adalah tentang cara pandang hubungan orang tua dan anak.
figur Sani, adalah figur yang kuat sekali sebagai seorang ayah. semestinya juga, beliau lebih tepat dipanggil sebagai kakek. figur yang menurut saya semestinya tidak usah lagi bertanding dalam percaturan politik dan perebutan posisi pemerintahan.
tapi saat kenyataannya beliau diusung kembali menjadi bakal calon gubernur provinsi kepulauan riau untuk masa periode 2016-2021, membuat siapapun rivalnya, menjadi lawan yang seolah-olah menyiratkan “anak muda melawan orang tua”, atau “anak berlaga melawan ayah”.
saya sangat yakin bahwa hal semacam ini sudah ditangkap kemungkinan berkembangnya opini semacam ini di kalangan masyarakat. pas-nya, figur seorang ayah yang melekat pada Sani, dilabelkan dengan sebuah jargon “sani ayah kita”. sebuah pilihan kalimat yang simpel tapi memberi pesan menguatkan, “ini lho ayah kalian..” walaupun massive-nya message ini saya lihat baru di minggu-minggu terakhir menjelang 9 desember, hari h pilkada. hasilnya ternyata efektif untuk membuat masyarakat menjatuhkan pilihan pada Sani, setidaknya ini berdasar hasil sementara KPU Provinsi Kepri sebelum diuji di sidang MK nanti. tentu saja hitung-hitungan efektif akan hal semacam ini perlu penelitian yang lebih mendalam.
sekali lagi ini pengamatan saya yang sempit akan wawasan politik. message saya sederhana, bahwa ternyata semassive apapun kampanye yang dilakukan oleh pasangan calon, dari sekian banyak faktor pengangkat perolehan suara, layak diperhitungkan suasana psikologis warga masyarakat dengan mempertimbangan hubungan ayah dan anak. jangan sampai terbentuk image, sang anak melawan sang ayah.

Penulis itu pemberani


Saya awalnya ngeblog sebenarnya dipenuhi rasa malas. Ngeblog dalam pandangan saya dulu, mirip orang yang menulis diary, tempat curhat dan meluahkan gundah-gulananya perasaan untuk kemudian bisa menjadi konsumsi public melalui media social. Buat saya, hal semacam itu rasanya kurang arif, dan makanya semenjak keluarnya Friendster , wordpress ataupun blogspot, saya nggak tertarik.
Tapi seiring dengan kepindahan tugas saya ke Sampit, Kalimantan Tengah di sekitar akhir tahun 2011, saya memberanikan diri menulis di blog. Pilihan kemudian jatuh di wordpress, tentu saja yang versi gratisannya. Mulailah di tempat tugas baru saya menulis baik tentang perjalanan maupun tentang pekerjaan. Dan keberlangsungan menulis saya berlanjut hingga ke penempatan terakhir di Tanjung Balai Karimun.
Seiring perkembangan waktu, anak saya kemudian terjangkiti demam menjadi seorang youtuber dan membentuk kelompok kecilnya bernama SIKOPIKOLA, yang hingga saat ini saya juga nggak dapat jawaban kenapa pilihan nama itu yang mereka pilih. Dan sebagaimana layaknya youtuber, dicantolkan raihan prestasinya dengan iklan di Adsense, dalam rangka mendapatkan penghasilan. Itu sudah mulai berlangsung sejak sekitar awal kelas 9 dan hingga saat ini belum ada video yang “happening” dan menyedot pengunjung seperti “shinta dan jojo”. Ketertarikannya dengan youtuber bertambah dari kisah sukses Bayu Skak atau Raditya Dika yang berhasil “menghidupi” diri mereka dengan menjadi seorang youtuber. Boomingnya lagi saat ini komunitas youtuber sukses se-indonesia bergabung dan membuat semacam kaleidoskop bernama YOUTUBE REWIND INDONESIA. Sah –sah saja kalau ide rewind ini juga kemudian di-parodikan oleh komunitas SIKOPIKOLA menjadi versi YOUTUBER BINTAN. Coba lihat video ini : parody youtube rewind indonesia 2015

Apa yang ada dalam benak saya adalah keberanian berekspresi anak-anak jaman sekarang melalui medianya. Yang lagi booming tentu saja You Tube , sekalian jadi lahan mencari uang saku tambahan, melalui program iklan yang nempel di tayangan video mereka seiring kenaikan jumlah pengunjung. Step selanjutnya saya berharap anak saya akan berani menuangkan ide-ide segarnya dalam bentuk tulisan, seperti yang sudah dilakukan idolanya, Raditya Dika melalui berbagai karya novelnya.
Keberanian berekspresi juga ditunjukkan oleh teman-teman saya di komunitas menulis Bea Cukai yang di awal Desember 2015 lalu dideklarasikan secara resmi oleh Direktur Jenderal dengan nama CLiF kepanjangan dari Customs Literasi Forum. Saya sepakat dengan pilihan kata Forum dibanding dengan kata Club, karena sudah sedemikian banyaknya Club di Bea Cukai, mulai dari sepeda, selam, terjun paying, music, basketball, volleyball, dll.
CLiF sebagai sebuah wadah yang diawali dengan Capacity Building dimotori oleh personil yang secara pribadi saya kenal betul kualitasnya. Personil yang jika mereka terjun didalamnya, bukan pilihan yang terjadi secara kebetulan, dan lebih dari sekedar keisengan mereka tergabung didalamnya. Diskusi yang terjadi di group whatsapp pun demikian, gayeng dan berbobot. Padahal sejatinya personil-personil ini jelas lintas angkatan kelulusan. Ada banyak ide bermunculan dan sebagian saya yakin sudah mulai mereka susun secara individu untuk kemudian dibahas dalam pertemuan berikutnya yang saya yakin tidak akan lama lagi dilakukan baik formal maupun nonformal.
Ada ide photostory dari seorang tukang foto mumpuni tentang keberadaan seorang dog handler wanita berjilbab. Ada ide menulis tentang perjalanan intelijen muda di bidang kepabeanan, ada ide tentang rangkaian cerita kondisi kantor di remote area yang diharapkan jadi pakem bagi yunior yang akan ditempatkan disana. Ada juga ide novel yang entah nanti bentuknya seperti apa, tapi nafasnya tetap tentang kebeacukaian.
Saya menghargai keberanian siapapun mengungkapkan ekspresi, menuangkan perasaan bergejolaknya yang terpendam, menorehkan ide-ide yang jika disampaikan secara formal mungkin akan mentah dan hanya menjadi tumpukan naskah.
Menurut saya, penulis adalah pemberani. Dan menjadi seorang pemberani dibutuhkan keberanian. Ketukan jarinya di keyboard dalam merangkai sebuah tulisan bisa akan sangat lebih berarti dari seperangkat aturan yang kadang tidak bisa meliuk-liuk melilit himpitan sebuah pohon permasalahan hingga menumbangkannya.
Buat teman-teman CLiF, mengutip kata-kata penyemangat yang saya minta tuliskan mbak Asma Nadia di buku, menulislah, karena ia adalah lading amal. Dan sekali lagi, buat saya, penulis adalah pemberani.

tukang poto


Rasanya semenjak hari itu, saya tidak akan memandang rendah kerjaan tukang poto. Kerjaan yang selalu ada akunnya sendiri dalam proposal kegiatan, yang budgetnya kadang pengennya selalu dikurang-kurangi. Kerjaan yang tipikal pekerjanya nggak rapi, punya previlege buat slonang-slonong dalam even-even kegiatan yang sangat sakral sekalipun demi mendapatkan angle yang pas untuk potonya.

Tau kenapa? ini karena susahnya saya menemukan foto album kegiatan sekian tahun yang lalu yang pernah ada di kantor saya, dalam rangka mereview sepak terjang pendahulu-pendahulu bea cukai di Tanjung Balai Karimun. Jelalatan kesana kemari, termasuk nyambangi gudang, dan dipati kenyataan jawaban : “nggak tau kemana kemarin diberesin waktu perbaikan gedung”. Dan begitu menemukan setumpuk album di ruang tunggu widyaiswara, yang merupakan bagian dari ruang kelas Pangkalan Sarana Operasi Bea dan Cukai Tanjung Balai Karimun, seperti penggemar akik yang menemukan akik yang dicarinya di Rawa Bening.

Album foto terlama yang ada adalah saat upacara serah terima jabatan Kepala Kantor Wilayah Tanjung Balai Karimun dari Bapak HK Irooth ke Bapak Drs. Bambang Soebadhi.

Coba anda perhatikan foto pengambilan sumpah jabatan Bapak Drs. Bambang Soebadhi ini. Sumpah jabatan sebagai rangkaian kegiatan serah terima jabatan Kepala Kantor Wilayah Tanjung Balai Karimun dari Bapak HK Irooth pada tanggal 24 April 1984.
SAMSUNG

pengambilan sumpah jabatan Bapak Drs. Bambang Soebadhi

Yang dilanjutkan dengan kegiatan mengantar Bapak HK Irooth dengan upacara pramuka dalam rangka meninggalkan Tanjung Balai Karimun dengan kapal patroli bea dan cukai :

SAMSUNG

upacara pramuka menarik mobil yang dinaiki Bapak HK Irooth dan ibu tanggal 27 April 1984

Dua foto diatas membuktikan keberlangsungan kegiatan pada tanggal 24 dan 27 April 1984 bisa disaksikan saat ini berkat jasa dua orang tukang poto. Satu orang berbaju putih-putih yang slonang-slonong pada saat pengambilan sumpah jabatan dan satu orangberseragam bea cukai yang mengambil posisi di tempat yang semestinya kosong. Dua orang ini dimafhumi keberadaannya selama mereka dengan sigap menenteng kamera dan jeprat-jepret mengabadikan moment yang hingga saat ini bisa kita lihat.

Sekali lagi, saya tidak akan meremehkan lagi peran tukang poto, baik dalam acara besar maupun dalam acara sunatan sekalipun. Peran mereka begitu penting sebagai bagian dari kegiatan dokumenter kegiatan masa lalu. Dan buat pemerhati sosial media, bisa untuk menguatkan argumen, karena katanya : no picture, hoax.

note : tribute to Kang Ardani, tukang poto DJBC masa kini.

insiden bukit dua

Tags

, , , , , , ,


SAMSUNG

monumen bukit dua

Sejarah mencatat bahwa pada tanggal 24 April 1955 adalah hari terakhir diselenggarakannya Konferensi Asia Afrika yang dimulai sejak tanggal 18 April 1955. Konferensi yang diprakarsai oleh 29 negara  Non Blok Asia dan Afrika yang mengutuk kolonialisme, rasisme dan perang dingin. Konferensi yang diselenggarakan di Bandung ini menjadi tonggak monumental dalam sejarah hubungan luar negeri dan hubungan diplomatik Indonesia dengan negara-negara luar, khususnya Asia dan Afrika.

Tapi sejarah tidak mencatat bahwa pada tanggal 24 April 1955 terjadi insiden yang menewaskan 3 orang pegawai Bea dan Cukai yang saat itu masih bernama Djawatan Bea Tjukai, yaitu : M. Agus Sjaaf, Hamzah Abdurrachman, dan Umar Husin. Mereka tewas dalam menjalankan tugas sebagai Pembela Tanah Air di Djawatan Bea Tjukai di Bukit Dua. Tidak ada penjelasan lebih jauh tentang apa yang terjadi di Bukit Dua pada tanggal 24 April 1955 itu.

SAMSUNG

tulisan di monumen bukit dua

Penelusuran melalui google yang saya lakukan, tidak menghasilkan apapun, hingga kemudian saya mencari tahu tentang kejadian pada tanggal 24 April 1955 dari sebuah sumber, seorang pensiunan bea cukai, pak Malik AT yang sudah berumur 77 tahun. Saya mendapat cerita bahwa ketiga pegawai tersebut dibunuh secara sadis oleh penyelundup yang melawan pada saat akan dilakukan upaya penangkapannya. Dijelaskannya bahwa dalam boat patroli bea cukai saat itu sebenarnya ada empat orang, tapi seorang pegawai selamat karena bertahan pura-pura mati terapung. Pegawai selamat ini bernama Ismail Rante, yang sayangnya tidak bisa digali lebih jauh ceritanya karena telah almarhum. Saya juga tidak bisa menggali lebih jauh tentang lokasi yang disebutkan dalam tugu itu, Bukit Dua, walaupun secara sepintas pak Malik AT menyampaikan bahwa lokasinya ada di sekitar Moro.

Melihat tugu itu, tugu yang mengenang meninggalnya tiga pegawai bea dan cukai dalam melaksanakan tugas, rasanya kita perlu juga membangun tugu yang sama bagi pegawai bea dan cukai yang beberapa waktu lalu meninggal dalam melaksanakan tugas di Belawan tahun 2011, atau pegawai yang meninggal dalam rangka menjalankan tugas lainnya. Atau bisa juga dalam bentuk seperti The Vietnam War Veteran Memorial di Amerika Serikat dalam rangka mengenang jasa-jasa mereka.

sei bati, bandara perintis di Karimun

Tags

, , , , , , , ,


Siang itu, 25 november 2015, sengaja saya mengajak anggota menemani saya menelusuri jejak pendahulu bea cukai yang berkiprah membuka Tanjung Balai Karimun. Saya mengajaknya ke rumah salah satu pensiunan bea cukai tidak jauh dari kantor wilayah , yaitu di sungai raya. Sayangnya, ia sedang tidak berada di rumah, mungkin sedang ke kedai kopi sebagaimana lazimnya salah satu kebiasaan masyarakat disini dalam mengisi hari dan bersosialisasi.

Perjalanan kami lanjutkan ke lapangan udara sei bati yang saat ini melayani penerbangan hanya ke Pekanbaru empat kali dalam seminggu dengan operator susi air. Tepat ketika saya mendekati bandara, nampak pesawat jenis baling-baling di hidung tengah mengangkat terbang menuju pekanbaru. Ia melayani rute karimun – pekanbaru di hari Senin, Rabu, Jum’at dan minggu pada sekitar jam 10:15 dengan harga tiket sebesar kurang lebih Rp 530.000,00 seklai jalan.

Saat saya memasuki bandara perintis ini, teronggok prasasti di sebelah kiri ruang kedatangan. prasasti ini berukuran tinggi sekitar 6o cm dengan lambang Bea dan Cukai di atasnya dan bertuliskan : “PERINTIS PEMBUATAN LAPANGAN TERBANGKARIMUN DRS.B.SOEBADHI”

SAMSUNG

PRASASTI PEMBANGUNAN BANDARA KARIMUN

SAMSUNG

PRASASTI PEMBUATAN LAPANGAN TERBANG KARIMUN OLEH DRS. B. SOEBADHI

Prasasti ini menguatkan pernyataan dan cerita dari orang-orang bea cukai yang beberapa kali saya temui terkait keberadaan bandara yang kini bernama Sei Bati, karena lokasinya yang berada di Sei Bati, yang menyatakan bahwa dulunya adalah properti Bea dan Cukai yang diserahterimakan kepada Pemkab Karimun untuk dikelola sebagai bandara komersial. Cerita itu bukan isapan jempol tentang keberadaan beberapa pesawat terbang milik Bea dan Cukai yang dulu bernama Djawatan Bea dan Tjukai.

Drs. B . Soebadhi adalah kepanjangan Bambang Soebadhi Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Tanjung Balai Karimun yang juga pernah menjabat Direktur Pemberantasan Penyelundupan di tahun 1987. Beliau adalah alumni TRIP atau Tentara Pelajar, yang masuk ke Djawatan Bea dan Tjukai. nama beliau, sebagaimana dirilis dalam http://www.tentarapelajarsacsa.or.id/daftaranggota , adalah Anggota Biasa Utama.

Keberadaan bandar udara di Tanjung Balai Karimun atau yang saat ini lebih dikenal dengan nama pendek Karimun, menjadi strategis bagi terbukanya peluang investasi dan kemajuan suatu daerah. Posisi Karimun yang berupa pulau kecil dengan jarak tempuh satu setengah jam perjalanan laut dari Batam dan pada waktu berhembusnya angin utara menimbulkan gelombang laut yang bisa menghambat mobilitas dan memungkinkan terisolirnya daerah ini.

Saat ini bandara ini dalam proses pemanjangan landas pacu untuk bisa didarati pesawat komersial yang lebih representatif.

SAMSUNG

PENGEMBANGAN BANDARA SEI BATI KARIMUN

Saya hanya berharap, Pemerintah Kabupaten Karimun tidak melupakan jasa perintis dibuatnya bandara ini, Drs. Bambang Soebadhi, untuk dijadikan nama bandara. Sejalan dengan itu, saya sebagai pegawai bea dan cukai jadi ikut bangga dan bisa melihat di sejarah di kemudian hari bahwa peletak dasar dibangunnya bandara ini adalah orang bea cukai.